Art & Culture

Komitmen Ramah Lingkungan Konser Coldplay yang Perlu Ditiru Penyelenggara Acara Musik Lokal

Band asal Inggris Coldplay mencetak standar baru dalam hal menggelar acara musik yang ramah lingkungan.

Written by
Vania Evan
Published
June 18, 2023

Pada tahun 2019, vokalis band asal Inggris Coldplay, Chris Martin, mengumumkan bahwa rencana tur konser ke berbagai belahan dunia akan diberhentikan sementara, setidaknya sampai mereka menemukan cara-cara untuk membuat konser mereka lebih ramah lingkungan. Di akhir 2023, akhirnya Coldplay menjejakkan kakinya di Indonesia dalam rangkaian tur dunia Music of the Spheres, tepatnya di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta yang berisikan kurang lebih 70 ribu orang.  

Jakarta macet total hari itu. Tidak heran, mengingat musik Coldplay dinikmati oleh lintas generasi. Selain karena akhirnya Coldplay bersedia untuk mengadakan konser di Indonesia, tur konser ini juga mengukir standar baru bagi pengadaan acara yang lebih ramah lingkungan.

Emisi karbon dari acara musik–baik itu konser maupun festival–memang cukup besar. Menurut laporan Greener Festival yang menganalisis data acara yang berlangsung di 17 negara, rata-rata festival memproduksi 500 ton emisi karbon dioksida atau setara dengan berat 3 rumah berlantai 1.

Menyadari hal ini, Coldplay juga tidak main-main dalam mendesain tur konser yang tidak membebani lingkungan. Mengutip dari laman resmi Music of the Spheres World Tour pada bagian sustainability-nya, ada tiga prinsip yang dijunjung tinggi oleh segenap kru tur Coldplay: yaitu reduce, reinvent, dan restore. Inisiatif yang dilakukan pun mencakup berbagai komponen pendukung konser, yang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini. 

Tata panggung dan aksesoris penambah kemeriahan yang ramah lingkungan

Perhatian puluhan ribu pasang mata tertuju pada satu titik, yaitu panggung. Tidak heran jika dalam festival musik atau konser, panggung menjadi satu komponen yang dibuat dengan totalitas. Namun Coldplay berkomitmen untuk menggunakan materi yang seringan mungkin untuk meminimalisir beban transportasi. Material-materialnya juga diambil dari sekitar tempat konser tanpa perlu mengimpor. Sebisa mungkin, bahan-bahan yang dipilih adalah bahan-bahan hasil daur ulang, atau setidaknya dapat didaur ulang.

Wristband lengkap dengan LED, yang banyak masuk ke unggahan Instagram Story teman-temanmu yang menonton Coldplay, dibuat dari 100% bahan non-hewani sehingga dapat dikompos. Wristband tersebut juga dihimbau untuk dikembalikan, yang kemudian mereka sterilisasi dan pakai ulang di konser berikutnya.

Aksesoris yang berhubungan dengan panggung, seperti pencahayaan, juga dipilih yang mengedepankan efisiensi energi. Sampai confetti yang digunakan pun, didesain agar tidak merilis bahan kimia yang berbahaya dan disimpan di kemasan yang dapat didaur ulang (recyclable)  atau dapat terurai secara biologis (biodegradable). 

Energi, air, dan makanan yang ramah lingkungan

Energi, meski tidak kasat mata seperti sampah, jadi elemen penting yang perlu dipikirkan, mengingat kegiatan festival musik atau konser tidak akan terjadi tanpa energi. Jika berbicara tentang energi yang ramah lingkungan, kemungkinan besar kita akan memikirkan panel surya. Tapi Coldplay melakukan yang lebih dari itu.

Selain panel surya, konser Coldplay memanfaatkan energi kinetik di lantai venue konser. Gerakan yang dibuat oleh penonton kemudian akan dikonversi menjadi energi, begitu juga dengan sepeda-sepeda statis yang ditempatkan di banyak area penonton.

Air, meski tidak secara langsung menyokong jalannya festival musik atau konser, juga diperhatikan oleh tim tur konser. Rider Coldplay meminta venue konser untuk menggunakan toilet yang menggunakan sedikit air dan mengurangi tekanannya agar tidak membuang-buang air. Stasiun-stasiun isi ulang air minum juga disediakan bagi konsumen yang ingin mengisi botol minum mereka. 

Makanan yang disediakan bagi segenap kru produksi juga berbasis nabati yang lebih rendah emisi. Kalau ada kelebihan makanan, tim tur Music of the Spheres juga telah bekerjasama dengan bank makanan terdekat yang siap menampung makanan surplus. Jika ada sisa makanan yang berbentuk sampah organik, juga akan dipergunakan untuk kompos. 

Bahkan merchandise yang dijual di konser mereka pun, diproduksi oleh vendor-vendor yang beretika dalam melaksanakan kerja-kerjanya. Bahan-bahan pembuat merchandise-nya dipilih yang merupakan hasil daur ulang atau dapat didaur ulang, serta dikemas dengan bahan-bahan selain plastik yang bisa dikompos.

Pendekatan holistik yang bukan cuma gimik

Komitmen Coldplay dalam menyelenggarakan acara yang ramah lingkungan perlu diacungi dua jempol, apalagi dari segi kemerataan komponen yang diperhatikan. Coldplay tidak hanya memperhatikan sampah yang dihasilkan dari konser-konsernya, yang meski memang baik untuk dilakukan, hanya merupakan satu dari sekian banyak hal yang menyumbang dampak negatif bagi lingkungan.

Alih-alih mengeliminasi properti-properti selebrasi yang punya konotasi buruk karena tidak baik bagi bumi, misalnya confetti, Coldplay mencoba mencari jalan tengah untuk tetap memfasilitasi ekspektasi orang-orang yang ingin bersenang-senang tanpa menomorduakan kesejahteraan lingkungan. Justru, semakin penonton bersenang-senang, semakin banyak energi terbarukan yang disumbangkan bagi konser dari lantai yang dapat mengkonversi energi kinetik yang sempat dibahas di atas. 

Coldplay juga membiayai penanaman 1 pohon untuk setiap 1 tiket yang terjual, beserta dengan biaya perawatan pohon tersebut seumur hidupnya. Sehingga, meski konsernya telah usai, dampak baik dari konser tersebut terus tumbuh memberkati negara-negara yang pernah dikunjunginya. 

Skema partisipatoris ini juga dapat menumbuhkan perasaan positif di hati para audiens, bahwa mereka berkontribusi secara positif ketika memutuskan untuk bersenang-senang dan menikmati hidup. Secara keseluruhan, rangkaian tur dunia Music of the Spheres milik Coldplay ini menjadi bukti bahwa keinginan untuk tidak merusak lingkungan tidak selalu harus membuat kita mengorbankan hal-hal yang kita sukai. 

Tapi memang, hal ini perlu disadari oleh para penyelenggara acara karena kita, pengunjung acara, hanyalah tamu yang datang ke hajatan yang mereka sediakan. Tanpa para penyelenggara, acara-acara musik atau yang lainnya tidak mungkin terjadi. Jejak apa yang mereka akan tinggalkan di hati para pengunjung, perlu diusahakan oleh mereka sendiri, begitu pula jejak karbon yang akan tertinggal bagi lingkungan.