Life

Kuda Nil Moo Deng Viral, Bisakah Pakai Strategi Serupa untuk Konservasi Hewan Langka?

Viralnya Moo Deng menunjukkan bahwa orang-orang bukannya tidak peduli dengan keberadaan hewan langka. Kita cuma butuh alasan untuk mulai peduli.

Written by
Vania Evan
Published
June 18, 2023

Setiap bulan, selalu ada nama-nama baru yang menjadi sorotan warganet di ruang digital. Entah karena kontroversi seperti Lolly, anak artis Nikita Mirzani, atau karena keunikan seperti Kak Gem yang punya segudang kata-kata mutiara. Di September 2024, nama baru yang jadi bahan pembicaraan cukup lain dari biasanya. Bukan nama dari kalangan figur publik. Bukan juga orang biasa yang terdongkrak algoritma. Perkenalkan, artis baru yang viral di media sosial: seekor kuda nil asal Thailand bernama Moo Deng.

Popularitas Moo Deng membuat ribuan orang berbondong-bondong mengunjungi Kebun Binatang Khao Kheow di Thailand untuk melihat kuda nil berusia dua bulan ini secara langsung. Animo pengunjung naik 5 kali lipat, dari 800 pengunjung per hari menjadi 4.000 di hari biasa. Angkanya bahkan naik 25 kali lipat menjadi 20.000 pengunjung di akhir pekan, begitu kata direktur Kebun Binatang Khao Kheow kepada Independent.

Dampak viralitas Moo Deng tidak berhenti pada penambahan pengunjung di rumahnya. Ia juga kerap dijadikan meme, bahkan menginspirasi gaya makeup yang berfokus pada pipi merah muda merona dan tampilan muka yang sedikit basah. 

Menurut ilmuwan, ada alasan ilmiah di balik ketertarikan kita terhadap Moo Deng. Manusia punya naluri untuk mengasuh bayi, termasuk bayi binatang seperti Moo Deng. Profesor Daniel Kruger yang mempelajari perilaku manusia kepada Forbes menyebut bahwa ketertarikan manusia terhadap bayi binatang akan bertambah jika binatang tersebut punya fitur mirip dengan bayi manusia. Sebut saja muka yang bundar, mata dan dahi yang lebar serta dagu yang kecil. Semua yang juga dimiliki oleh Moo Deng.

Setelah viral, lalu apa?

Ironisnya, Moo Deng sering muncul di linimasa kita, tapi kehadiran spesiesnya sudah sangat jarang di dunia nyata. Spesies kuda nil pygmy atau kuda nil kerdil asal Afrika Barat ini disebut sebagai spesies langka oleh International Union of Conservation of Nature (IUCN). Jumlahnya, menurut prediksi IUCN, kurang dari 2.500 ekor per tahun 2015. 

Habitat alamiah Moo Deng dan teman-teman satu spesiesnya terletak di area hutan yang dekat dengan badan air seperti sungai dan danau. Kebutuhan tempat tinggal yang cukup spesifik ini membuat kuda nil kerdil lebih rentan terhadap kepunahan spesies. Ditambah lagi, area hutan rentan dihilangkan demi kepentingan manusia–mulai dari pembukaan lahan untuk perkebunan hingga pemenuhan kebutuhan akan kayu dan komoditas hutan lainnya. 

Angka pun berbicara. Kita kehilangan 10 juta hektar hutan di dunia setiap tahun, jika dirata-rata dari kehilangan hutan dari 2015-2020 seperti dicatat Our World in Data. Ini setara dengan kehilangan negara Portugal. Setelah diimbangi dengan penanaman kembali hutan, jumlahnya berkurang setengah, namun masih tidak bisa dibilang sedikit, yaitu 5 juta hektar tiap tahun. 

Selain karena kerusakan habitatnya, kuda nil kerdil juga diburu untuk dimakan dagingnya.

Perlu cara-cara baru

Meski begitu, kabar baik sempat terdengar dari Yunani. Pada Maret 2024, bayi kuda nil kerdil lahir di Attica Zoological Park, kali yang pertama sejak satu dekade. Menurut pakar hewan liar Peter Gros, kelahiran satu ekor saja dapat berpengaruh besar terhadap usaha repopulasi untuk mempertahankan eksistensi satu spesies. 

Jika perhatian publik sudah terarah pada Moo Deng beserta dengan kelangkaan spesiesnya sejak ia viral, momentum ini perlu dimanfaatkan untuk menggugah kontribusi publik dalam upaya konservasi hewan langka. Strategi ini mungkin juga dapat direplikasi untuk spesies hewan lainnya. 

Viralnya Moo Deng beserta dampak-dampak baik yang dibawanya menyingkap kecenderungan kita sebagai manusia. Orang-orang bukannya tidak peduli dengan keberlanjutan spesies hewan langka, hanya saja kita butuh alasan hingga kepedulian itu tumbuh. 

Jika narasi yang menggarisbawahi ancaman punahnya spesies hewan ini tidak cukup kuat untuk membuat orang-orang peduli, perlu ada cara-cara baru untuk menggarisbawahi pentingnya konservasi hewan langka. Baik itu penekanan pada seberapa lucu hewan-hewan ini seperti cerita viralnya Moo Deng meski tidak disengaja, atau yang lainnya yang bahkan belum pernah kita coba.