Art & Culture

‍Mengenal Risograph, Teknik Percetakan yang Ramah Lingkungan‍

Sedang naik daun di berbagai belahan dunia, teknik cetak riso tidak hanya ramah lingkungan, ia juga menghasilkan karya yang berkarakter kuat.

Written by
Vania Evan
Published
June 18, 2023

Tidak semua orang membaca tulisan-tulisan kecil di kemasan makeup, skincare, atau produk-produk lainnya–tapi kalau kamu salah satu yang suka membaca tulisan di kemasan produk, kemungkinan besar kamu pernah menemukan label bertuliskan "printed with soy-based ink". 

Penggunaan tinta berbasis tumbuhan atau eco-ink merupakan salah satu kriteria kemasan yang ramah lingkungan, bukan hanya bahan dasar kemasannya saja. Kemasan berbahan kertas misalnya, memang lebih mudah terurai dibanding plastik, tapi jika tintanya tidak dapat terurai secara natural, ia akan meninggalkan residu kimia yang tidak kasat mata sehingga tetap meninggalkan jejak di bumi.

Hanya beberapa mesin cetak yang kompatibel dengan eco-ink, dan riso salah satunya. Teknik percetakan risograph atau yang sering juga disebut riso diciptakan oleh Riso Kagaku Corporation asal Jepang pada pertengahan 1980-an. Pada waktu itu, fungsinya adalah untuk duplikator digital. Mesin fotokopi, istilahnya sekarang. 

Lulu Bong founder Qualita Company, perusahaan penyedia kemasan ramah lingkungan yang baru saja menyediakan layanan riso juga mengatakan bahwa mesin riso di Jepang digunakan untuk low-end printing. Berbeda dengan beberapa negara lainnya yang menggunakan mesin riso untuk karya seni seperti di Inggris, Amsterdam, dan Thailand.

Riso, opsi percetakan paling ramah lingkungan

Drum tinta yang akan dipasangkan pada mesin riso ketika proses pencetakan

Selain menggunakan tinta berbahan dasar kedelai serta dedak beras (rice bran), gulungan yang berisi warna tinta sebagai bahan pencetak riso juga terbuat dari serat buah pisang. Artinya, baik hasil akhir karya yang dicetak menggunakan riso begitu juga dengan gulungan tintanya dapat terurai secara alami ketika dibuang. 

Dedak beras juga merupakan produk olahan gabah, kulit beras yang tidak dipakai dan seringnya berakhir di tempat pembuangan akhir. Dengan mencetak menggunakan mesin riso, bahan yang umumnya terbuang jadi dapat digunakan untuk menghasilkan barang baru yang bernilai seni. 

Teknik cetak riso tidak bisa dilakukan di sembarang kertas. Tinta berbasis tumbuhan seperti yang digunakan mesin riso paling baik diserap oleh kertas uncoated, atau yang bertekstur sedikit kasar dan tidak mengilat seperti kertas HVS. Kertas jenis ini punya kadar serat yang lebih tinggi dibanding kertas coated, sehingga tingkat daur ulangnya juga jadi lebih tinggi.

Kecepatan mencetaknya juga beda dibanding mesin cetak digital. Per satu menit, mesin riso dapat mencetak hingga 150 lembar A3, lima kali lipat lebih banyak dibanding mesin cetak digital. Sehingga, waktu yang diperlukan untuk mengoperasikan mesin jadi lebih sedikit, sehingga lebih sedikit juga energi yang dipakai.

Hasil cetak riso yang unik 

Selain ramah lingkungan, hasil cetak dengan menggunakan riso punya rasa analog yang kuat dengan warna-warna neon dan tekstur seperti titik-titik kecil yang berkumpul dan menghasilkan perpaduan berbagai bentuk. 

Hasil akhir riso juga tidak akan sama dengan desainnya. Hal ini karena mesin riso menggunakan teknik separasi warna. Jika suatu karya membutuhkan lebih dari satu warna, drum tintanya perlu diganti dan dilakukan pencetakan ulang pada kertas yang sudah tercetak. 

Ini yang menyebabkan munculnya tumpukan warna yang tidak menyatu (misalignment) juga noda-noda bercak tinta (smudges). Sehingga, akan ada sentuhan berbeda pada hasil akhir suatu karya yang bahkan tidak terpikir sebelumnya oleh pembuat karya. 

"Bisa dilihat di hasil riso print-nya ada tekstur grainy, warna yang tumpang tindih, dan kadang ada warna yang engga konsisten. Tapi di situlah letak charm-nya," ucap ilustrator weirdoinpink yang baru pertama kali mencoba teknik riso. Ia melanjutkan, "Sangat terkesan dengan hasilnya karena aku selalu appreciate quirks in imperfection."

Karya ilustrator @sour.gum dalam format digital (kiri) dan karya yang sama ketika dicetak ulang menggunakan teknik riso (kanan)

Kesan yang serupa juga disampaikan ilustrator sour.gum, yang sama seperti weirdoinpink, berpartisipasi dalam pameran RISOCYCLE yang diadakan oleh Qualita Company pada 16 Januari - 26 Januari 2024. Baik weirdoinpink maupun sour.gum bersama 18 ilustrator lokal dan internasional lainnya mengirimkan artwork lama mereka untuk dicetak ulang menggunakan teknik riso.

"Tekstur grain-nya bagus banget karena ada ciri khasnya sendiri yang gak bisa direplikasi oleh digital print biasa. Bagian yang paling saya suka itu memilih warna risonya karena bisa cerah dan saturated banget tintanya," kata sour.gum kepada FOREMOSS.

Prospek teknik cetak riso di Indonesia

Founder Qualita Company Lulu Bong di studio percetakannya, ketika diwawancarai pada acara RISOCYCLE (16/01)

Lulu Bong ketika diwawancarai pada acara RISOCYCLE melihat prospek riso yang menjanjikan bagi lansekap seni di Indonesia. Pameran yang menandakan hadirnya layanan cetak riso di Qualita Company miliknya itu juga meresponi permintaan cetak denga teknik riso yang sudah mulai berdatangan.

"Biasanya kan, desainer dan seniman pengen segala sesuatu tuh flawless, harus sama dengan layar, warna Pantone-nya harus gak boleh salah, gak boleh nge-blur. Tapi kalau di [riso] ini, "kecacatannya" itu semua justru beauty-nya. Itu yang buat kita merasa kalo ini jadi playground kita ya, ngelepasin ego senimannya juga untuk jadi suatu karya," kata Lulu kepada FOREMOSS. 

Sejak spesifik menyediakan kemasan berbasis kertas, Lulu melihat mulai muncul kemauan pemilik bisnis untuk menggunakan kemasan yang ramah lingkungan, terutama pada generasi milenial dan juga generasi Z. Seringkali, Lulu tidak perlu meyakinkan calon klien akan pentingnya menggunakan kemasan yang ramah lingkungan.

Tidak hanya tren riso yang mulai diterima seniman Indonesia, pertanda baik ini menunjukkan kesadaran pemilik bisnis untuk juga memperhatikan dampak bagi lingkungan dari kemasan produk mereka. PR-nya memang mencari titik keseimbangan antara tiga poin; kemasan yang tidak melupakan fungsinya sebagai produk, tetap mampu menunjukkan identitas brand, serta tidak memperparah masalah sampah dan hemat energi produksi.