Life

Tidak Hanya Fast Fashion, Fast Furniture Juga Mencemaskan Bagi Lingkungan

Apa saja pertimbanganmu dalam memilih furnitur? Selain model dan harga, sudahkah kamu mempertimbangkan dampaknya bagi lingkungan?

Written by
Vania Evan
Published
June 18, 2023

Fast fashion sudah punya reputasi buruk lantaran dampak yang ditimbulkannya: lingkungan rusak, kesejahteraan pekerja rendah, hingga terbentuknya kultur yang tidak sehat bagi industri kreatif maupun masyarakat. Selain fast fashion, juga ada fast beauty yang beroperasi dengan prinsip serupa yaitu produksi sebanyak-banyaknya dalam siklus yang sesingkat-singkatnya. Apakah praktek semacam ini hanya terjadi di industri fesyen dan kecantikan? Ternyata tidak. Sudah saatnya kita perlu membicarakan soal fast furniture. 

Sesuai namanya, fast furniture merujuk pada furnitur yang didesain agar tidak tahan lama, demi mengejar harga jual yang rendah. Jika menanggapinya menggunakan kerangka berpikir bisnis, keputusan ini mungkin lumrah diambil demi menarik sebanyak-banyaknya pembeli dari berbagai kalangan.  Namun, apakah tujuan untuk mendulang cuan harus selalu diprioritaskan dibandingkan pertimbangan-pertimbangan lain? Lagi pula, bisnis mana yang dapat beroperasi dengan ideal jika kualitas lingkungan hidup kita terus menurun?

Menurut Ashlee Piper, pakar sustainability dan penulis buku berjudul Give a Sh*t: Do Good, Live Better, Save the Planet mengutip dari Architectural Digest, kebanyakan furnitur yang berada di tempat pembuangan akhir merupakan produk buatan sepuluh sampai lima belas tahun terakhir. Artinya, furnitur-furnitur ini memang tidak didesain untuk bertahan lama dan perusahaan yang memproduksi mebel tersebut belum memilki layanan untuk memperbaiki kerusakan pada produk mereka. 

Furnitur yang tidak tahan lama akan membuatnya pensiun dini lebih cepat, sehingga lebih banyak juga beban yang perlu ditanggung tempat pembuangan sampah. Memang, selalu ada cara untuk mendaur ulang atau mengalihfungsikan furnitur supaya mereka tidak langsung otomatis menuju tempat pembuangan akhir. Namun ternyata tidak semudah itu.

Sulitnya mendaur ulang furnitur, pangkat dua

Selain ukuran furnitur yang besar sehingga membuat proses pemulihan nilainya relatif lebih kompleks, komposisi bahan bakunya juga umumnya sangat beragam. Dua alasan ini yang membuat tingkat daur ulang furnitur yang sangat rendah, yaitu hanya sebesar 20% menurut Bulky Waste Collection Guide keluaran Waste & Resources Action Programme (WRAP). Tingkat pakai ulangnya pun tidak beda jauh, hanya di angka 30%. 

Sulit didaur ulang, itu satu hal. Namun bukankah sulit berbeda dengan mustahil? Apalagi jika didukung oleh regulasi yang jelas serta implementasi yang tegas. Di Indonesia, ada peraturan level daerah yang mengatur pengelolaan sampah. Namun peraturan tersebut merupakan peraturan umum dan tidak spesifik mengatur sampah besar, termasuk furnitur.

Perusahaan manajemen sampah Waste4Change sempat mewawancarai Dinas Lingkungan Hidup Jabodetabek untuk menanyakan status mengenai kebijakan pengelolaan sampah daerah. Dalam laporan W4C Insight: Pengelolaan Sampah Furnitur di Indonesia, hanya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta yang sedang menyusun pembentukan regulasi khusus sampah besar. Sisanya, menjawab bahwa urgensi untuk pembentukan kebijakan tersebut belum tinggi dengan berbagai alasan, seperti yang tertera di infografis berikut.

                                                                                                                         Sumber: W4C Insight: Pengelolaan Sampah Furnitur di Indonesia

Dengan regulasi ini, DLH mencoba mengusahakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) khusus untuk menampung sampah besar. Di empat daerah lainnya, pengelolaan sampah furnitur dilakukan dengan perlakuan yang sama dengan sampah kota lainnya. 

Bukan cuma masalah sampah

Meski desain fast furniture membuat mebel tidak tahan lama, proses perawatan tentu juga menentukan umur furnitur. Lantas apakah jika fast furniture dirawat dengan baik serta merta meniadakan dampak buruk fast furniture bagi lingkungan? 

Salah satu komponen yang menekan harga fast furniture adalah tahap sourcing material furnitur, atau dari mana material tersebut berasal. Kayu yang berasal dari hutan tersertifikasi Forest Stewardship Council alias hutan yang dikelola dengan berkelanjutan memiliki harga yang lebih mahal. Sertifikasi ini memastikan bahwa produk kayu diambil dari sumber yang dikelola secara bertanggung jawab bukan hanya dari aspek kelingkungan, namun juga ekonomi dan sosial. 

Anggap saja produk fast furniture yang ada di rumahmu terawat dengan baik sehingga dapat dipakai dalam waktu yang lama, proses pembuatan produk tersebut memiliki kontribusi pada deforestasi. Bagaimanapun, kelestarian lingkungan bukan hanya soal sampah, dan soal apa yang terlihat di mata konsumen yang terletak di ujung mata rantai produksi.

Pada akhirnya, fast furniture dapat menjadi opsi yang tepat bagi yang hidup secara nomaden. Juga bagi mereka yang tidak memiliki banyak anggaran untuk dihabiskan pada furnitur. Namun, jika kamu peduli akan kualitas barang yang kamu pakai sehari-hari dan memiliki dana lebih, apa kamu masih tertarik memilih fast furniture setelah membaca artikel ini?